Ns. Dwi Sigit Shiamtafa, S.Kep*
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien RS menyatakan Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesmen risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sudahkah sistem itu kita laksanakan dan terapkan dalam aspek tatalaksana Cardiopulmonary Bypass(CPB) didalam ruang lingkup bedah jantung?
CPB merupakan salah satu daya upaya manusia meniru fungsi organ sirkulasi manusia kedalam sebuah alat artifisial sirkulasi diluar tubuh (extracorporeal). Tentu alat ini masih jauh dari kata sempurna dibandingkan ciptaan Sang Maha Pencipta. Sehingga banyak sekali indikator ataupun aturan baku yang tak boleh dilanggar dalam berjalannya alat tersebut untuk mendekati fungsi normal dari sebuah organ aslinya. Dengan kata lain salah satu sisi keselamatan pasien dalam CPB benar-benar berada pada perhatian perfusionis, dimana mereka harus memantau indikator tersebut dengan seksama dan mengikuti aturan bakunya secara ketat selama bypass.
Sebagaimana kita tahu bahwa, keselamatan pasien dalam bypass ini bukan semata merupakan tanggung jawab perfusionis. Melainkan tanggungjawab bersama, hal ini terjadi dikarenakan banyak multidisiplin profesi yang terlibat dalam bedah jantung. Dimana disana terlibat dokter anestesia, dokter bedah jantung, perawat, perfusionis dan staff penunjang lainnya. Sehingga kerjasama dan komunikasi team sangatlah sangat diperlukan kelancarannya. Sebagai contoh ketika dalam proses berjalannya CPB, ada permasalahan yang bersifat krisis emergensi, jika kita berada pada team yang masih mempunyai kebiasaan saling menyalahkan, maka hal ini akan mempengaruhi kualitas keselematan pasien dalam ruang bedah. Dikarenakan setiap unit akan terkesan menyelamatkan diri sendiri dan malah bukan mencari jalan keluar secepatnya.
Sudahkan kita sebagai seorang perfusionis selama ini menjalankan mesin extracorporeal circulation (ECC) dengan sepenuhnya aman demi keselamatan pasien sesuai prosedur pelayanan yang legal diinstitusinya? Atau hanya sekadar faktor keberuntungankah sehingga pasien tersebut bisa melewati fase CPB dengan selamat?
Perawat Perfusionis Bedah Jantung pediatrik RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta