Oleh: Cahya Rudiana
Usaha pertama untuk dalam melakukan operasi arkus aorta dengan menggunakan metode perfusi serebral antegrade (ACP) pada tahun 1957, telah sukses dilaporkan oleh De Bakey dan kawan-kawan menggunakan normotermik CPB dan kanulasi pada kedua arteri subklavia dan arteri karotis dengan beberapa pompa CPB yang terpisah. Namun, setelah beberapa upaya sebelumnya, metode ACP ditinggalkan karena hasil yang kurang memuaskan dan berkembang pemanfaatan DHCA.2Selective Antegrade Cerebral Perfusion (SACP) kemudian kembali diperkenalkan oleh Frist dan Bachet. Metode ini kemudian dipopulerkan oleh Kazui dan kawan-kawan. Kazui menggunakan dua pompa terpisah untuk memberikan perfusi ke sirkulasi serebral dan sistemik. Dalam penelitian yang lebih elegan, Kazui mengindikasikan laju aliran optimal ke serebral adalah 10mL/kg.menit dengan tekanan perfusi 40-70mmHg pada suhu 22oC.6
Harus diakui bahwa pemanfaatan ACP mengubah paradigma mengenai henti sirkulasi (circulatory arres). Henti sirkulasi pada awalnya dijelaskan, mengacu pada total terhentinya sirkulasi dan tidak adanya perfusi ke seluruh organ kecuali jantung melalui cardioplegia. Penambahan ACP merubah konsep ini dari total henti sirkulasi menjadi henti sirkulasi untuk tubuh bagian bawah saja, sedangkan otak, lengan dan medulla spinalis melalui sirkulasi kolateral tetap mendapatkan perfusi. Oleh karena itu hanya kaki dan organ visceral abdomen benar-benar mengalami iskemik selama periode henti sirkulasi dengan menggunakan ACP.2
Berdasarkan hipotesis ACP bahwa aliran darah otak antegrade lebih fisiologis dibanding metode DHCA atau RCP, oleh karena itu seharusnya memberikan perlindungan otak yang lebih unggul. Data dari model hewan percobaan dari DHCA dibandingkan dengan ACP dan RCP telah mengkonfirmasi hipotesis ini. Hagl dan koleganya menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pemulihan neurofisiologis, tekanan intrakranial yang lebih rendah, berkurangnya edema serebral, dan mengurangi asidosis jaringan setelah periode henti sirkulasi dibandingkan dengan DHCA saja.
SACP dapat dipertimbangkan untuk prosedur rekontruksi arkus aorta yang lebih dari 45 menit. ACP biasanya dimulai setelah DHCA dengan pemasangan kanulasi secara selektif di arteri aksilaris kanan, arteri subklavia kanan, arteri innominata atau arteri karotis kommunis kiri. Dalam prosedur rekontruksi arkus aorta, ACP dapat dicapai dengan memasukkan kanul perfusi yang terpisah ke ujung terbuka dari cabang pembuluh darah setelah membuka arkus aorta, setelah cangkok vaskuler mencapai cabang arkus aorta, ACP dapat diberikan melalui lengan yang terpisah dari cangkok vaskular atau dengan kanulasi langsung pada cangkok vaskuler tersebut. Circulus Willisi yang fungsional dapat memberikan perfusi ke jaringan otak kontralateral selama terhentinya aliran darah dari arteri innominata, arteri karotis kommunis kiri, dan arteri subklavia kiri selama proses anastomosis. Darah teroksigenasi pada suhu 10o -14oC dengan rerata aliran 250-1000 ml./menit dapat mencapai tekanan perfusi serebral dalam rentang 50-80 mmHg.1
ACP unilateral dengan kanulasi pada arteri aksilaris kanan adalah metode yang popular untuk operasi arkus aorta dewasa. Teknik ini mengasumsikan circulus Willici yang adekuat. Meskipun, circulus Willici secara anatomi lengkap, bukanlah suatu jaminan perfusi serebral cukup adekuat untuk melintasi sisi kontralateral hemisphere serebri. Konsekuensinya, sangat penting untuk memonitor sisi kontralateral bila menggunakan metode ACP unilateral seperti dengan modalitas serebral oksimetri ataupun transkranial Doppler.
Pada operasi arkus aorta yang memakan waktu lama, atau pada penilaian perioperatif ditemukan sirkulasi ektrakranial-intrakranial dominan oleh arteri verterbralis kiri, kanulasi ACP jug dilakukan pada arteri subklavia kiri untuk meningkatkan proteksi pada otak dan medulla spinalis. Proteksi medulla spinalis dan organ-organ visera dari periode iskemik terus menjadi isu yang penting, tetapi beberapa penulis berdasarkan pengalamannya menyatakan efikasi moderat hipotermia dalam proteksi medulla spinalis pada henti sirkulasi pada tubuh bagian bawah setidaknya masih efektif untuk jangka waktu 60 menit.
Mengingat ACP dapat diberikan baik unilateral maupun bilateral, masih ada kontroversi tentang metode yang lebih superior terhadap neuroproteksi. Review terbaru dengan gabungan 17 penelitian dengan besar sampel mencapai 3548 pasien membandingkan 83,1% dengan teknik bilateral ACP dan 16,9% unilateral ACP. Meskipun angka kejadian stroke kurang dari 5% pada teknik bilateral ACP, tetapi periode ACP secara bermakna lebih panjang (86-164 menit) dibanding pada teknik unilateral ACP (30-50 menit).
Terlepas dari berbagai kontroversi, teknik ACP memiliki keuntungan antara lain adalah waktu untuk proteksi serebral yang lebih panjang terutama bermanfaat pada prosedur yang komplek atau sulit dan membutuhkan waktu yang panjang. Faktor resiko terpenting untuk mortalitas dan morbiditas pada operasi jantung dan aorta adalah durasi dari sirkulasi ekstraorporeal. Dengan teknik ACP, CPB memungkinkan untuk bekerja pada suhu yang relatif moderate hipotermia, yang pada gilirannya akan menurunkan durasi dari sirkulasi ekstrakorporeal karena waktu untuk mendinginkan dan menghangatkan pasien menjadi lebih singkat. Metode ACP yang relatif lebih fisiologis dibanding metode lain juga akan memperbaiki pendinginan jaringan serebral dan mempertahankan kondisi serebral hipotermia lebih mudah dilakukan. 2,6,11
Kekurangan dari metode ACP adalah tekniknya lebih komplek, juga membutuhkan perhatian lebih besar pada saat penempatan kanula ke cabang-cabang pembuluh darah besar secara endolumen karena dapat terjadi perluasan diseksi ke arah distal dan kemungkinan terlepasnya debris atau plak ateroma. Selain itu metode ini membutuhkan peralatan sirkuit serebral perfusi dan kanula-kanula yang lebih komplek.6